Freitag, April 29, 2005

Institue for War & Peace

Look at these Pages and Fotos IWPRLink

Montag, April 18, 2005

BEYOND THE FIRE "Refugees"

Please See this and fell how they feel!! As a refugees BEYOND THE FIRE

New Blog at MSN Space

Come Look an see at MSN Space But first of all you need my registration in msn messanger.

Donnerstag, April 14, 2005


Nice Guitar, jadi ingat anime "BECK" Posted by Hello

Perasaan atau Kebenaran - Kematian Sri Paus bukan Rekayasa

Terjemahan dari artikel Die Zeit

Di manakah anda, ketika Johannes Paulus II meninggal? Mungkinkah manusia mengingatnya seperti pembunuhan Kennedy, seperti pendaratan Apollo 11 di Bulan, seperti 11 September, seperti Tsunami atau Kematian Lady Di? Urutan ini saja sudah membuat tusukan sentimental ke perasaan. Kita ingin ikut disertakan dan kita mencari Momentum - Kemanusiaan, ya mencari momen yang di mana semua atau hampir semua, kejadian yang sama atau hampir sama dirasakannya. Kita tidak perlu malu terhadap perasaan massal ini. Pada akhirnya kita mencari Kebersamaan dan menunjukkan Solidaritas. Tetapi bertanya juga, apakah perasaan aktual dari gambaran ini tidak sesuatu yang sembarang, dan juga berapa lamakah ini bertahan.

Perlu kita sedikit skeptis. Karena dengan Paus ini, Derita dan Kematiannya tidaklah sesuatu yang diperindah, seperti Lady Di. Juga tidak mengakibatkan peperangan, seperti kejadian 11 September. Juga tidak mengajak kita menyumbang seperti kejadian Tsunami. Akan hanya dipilih lagi Paus yang baru, seperti sudah 264 kali sebelumnya. Efek keluar dari Kematian Johannes Paulus II juga tidak spektakuler. Lebih sedikit dari Kejadiannya sendiri. Tidak ada Menara yang kebakaran, tidak ada penembakan di depan kendaraannya, dan di Bulan tidak ada kejadian yang terjadi. Tidak dari semua itu, hanya Kematian seorang Tua yang sakit keras di Roma, seperti kejadian setiap hari di dunia ini.

Atau ini sesuatu yang berbeda? Apa yang dirasakan oleh Johannes Paulus II sebenarnya di hari-hari terakhirnya, tidak ada yang tahu. Tetapi sejauh yang bisa dipantau, ini merupakan Kematian yang tidak biasa. Manusia ini sepertinya tidak ada takut dan malu akan kelemahan dia, juga tidak terhadap Kematian. Kedua hal ini, Kelemahan karena Sakit dan Takut akan Kematian, adalah Horor yang nyata di dunia manusia Modern. Jarang ada manusia, juga manusia yang percaya, yang sepertinya begitu bebas menghadapi Kematian, seperti Paus ini.

Inilah Pesan yang disampaikan: Tidak ada apapun, yang kita tampilkan, harus kita malu.

Di saat ini banyak di tunjukkan tentang derita dan Kematian Sri Paus. Manusia bisa bilang ini semua adalah rekayasa. Salah Paham besar! Johannes Paulus II berusaha untuk mengucapkan Salam Paskah (Urbi et Orbi), hal yang sederhana, karena ini sangat penting baginya. Ada yang bilang, dia ingin menunjukkan, bahwa Orang Cacat dan Orang Sekarat juga berintegrasi. Juga itu Salah Paham, walaupun itu untuk kebahagiaan orang banyak. Karena Sri Paus tidak tunjukkan itu, dan meminta kembali berintegrasi salam Masyarakat, tetapi memberikan Tenaga dia yang terakhir yang juga masih Tenaga, yang olehnya masih bisa bekerja. Juga Beliau dengan deritanya menjadi Kekuatan, yang hanya sedikit bisa merasakannya, walaupun dia membukanya kepada semua: Tidak ada apapun, yang kita tampilkan, harus kita malu, tidak karena getaran tangan, tidak karena suara parau, tidak juga karena inkontinens atau karena pelupa. Semua Rasionalisasi, semua pembicaraan tentang penampilan dia yang terakhir dari depan jendela, hanya membelokkan dari hari-hari terakhirnya yang sangat mencekam dan mencuri nafas kita dengan kekuatan penampilannya.

Yesus Kristus Mati untuk umat Manusia, Johannes Paulus II Mati di depan Umat Manusia.

Tentang Kematiannya hanya diketahui, apa yang sudah diketahui. Tentang ucapan terakhir dia “Amin”. Tetapi juga Pesan hidupnya sepertinya sampai dengan arah yang sama: “Bergembiralah, Karena Saya juga sama seperti Kalian”. Siapa yang percaya, kalau Kematian bukanlah akhir, tidak perlu takut, malah kebalikannya. Di sini juga, di sisi gelap derita Kematiannya, Kabar gembiranya di polarisasi balik, oleh Usaha hidup yang keras, yang di tuntut sepanjang hidupnya, dan berakhir demikian.

Johannes Paulus II boleh mati bahagia, karena dia menaruh dan memberikan hidupnya untuk Tuhan. Pandangan dari Atheis yang hanya merupakan campuran Iri dan Dengki kepada kaum Kristiani ‘ Kalian memiliki Iman Kepercayaan kalian ’ Tidak, tentu saja kita tidak punya Iman seperti itu. Mungkin juga tidak dimiliki juga manusia yang beriman seperti Karol Wojtyla. Juga dia bergumul dengan Imannya setiap hari dan mencoba mengarahkan hidupnya seperti itu, Hidup tanpa Uang, Tanpa Keluarga, Tanpa Sex sulit untuk dibayangkan.

Dan dengan semua itu? Apa yang dimaksud oleh Johannes Paulus II sebagai ‘ Kultur Kematian ’ yaitu Materialismus, dan yang berhubungan dengannya, karena dia percaya, akan semua itu. Kalau di dalam manusia atau di atas manusia tidak ada yang lain yang berkuasa maka manusia akan saling memakan dan membunuh, begitulah kepercayaannya. Oleh karena itu dia turun ke lapangan menentang tema Aborsi, Perang Minyak, Cloning Therapie, bantuan Kematian. Karena semua alasan itu dia dapat menahan Derita, dan pada akhirnya tidak harus mati di tengah Kedokteran Modern. Dan Oleh karena itu juga – mungkin - mati bahagia.

Yesus Kristus, pusat kepercayaan umat Kristiani, mati untuk semua Umat Manusia. Johannes Paulus II mati di depan semua mata umat Manusia. Apa yang terjadi di sini, adalah sesuatu yang lebih mendasar dari yang lain, daripada momen dia sebagai manusia media yang dapat diikuti. Paus ini juga telah menunjukkan, kemungkinan seperti apa Kebebasan dari Malu dan Takut itu dan apa yang bisa dilakukan terhadapnya. Kalau semua ini sampai kepada kaum Manusia, dapatlah kiranya Manusia itu merasakan momen yang paling beriman, juga buat banyak Atheis.

Semua ini juga tergantung apa yang dilakukan ‘Gereja’, lebih dari pemilihan Paus berikut. Setiap orang ke-5 di dunia ini adalah Kristen. Mungkin dalam beberapa hari ini bertambah beberapa. Karena, ada orang Tua, Sekarat yang meninggal. Dan dia adalah Orang Bebas.

Oleh: Kami yang ikut berduka - Thomas P. Limurti – Hamburg, Bergedorf